Menggali Kembali Semangat Yassiwajori

Semangat itu pernah melekat. Setidaknya menjadi perekat. Bahkan, menjadi sebuah identitas. Tetapi, ia perlahan memudar, tergerus waktu.

SEBAGAI salah satu bekas kerajaan di masa lampau, sisa-sisa peradaban masyarakat adat Wajo masih tersisa bagi masyarakat modern saat ini. Sayangnya, seiring waktu, peradaban itu pun terlahan memudar tergerus waktu.

Salah satunya semangat ‘yassiwajori’. Semangat yang pernah menjadi perekat kebersamaan masyarakat Wajo ini, meski di mana pun mereka berada, menjadi senjata ampuh bagi masyarakat dalam menjaga silaturahmi dan tali persaudaraan sesama masyarakat Wajo.

“Sehingga, kami memandang perlunya mengadakan urung rembuk untuk bertukar pikiran agar semangat ‘yassiwajori’ ini tak lagi berkutat pada tataran ide, tetapi merupakan tataran realitas,” ungkap Ketua Umum Kerukunan Masyarakat Wajo (Kemawa), H. A. Yaksan Hamzah, pada halal bi halal Kemawa – Hipermawa di Ballroom Clarion Hotel, Jum’at malam 1 Oktober lalu.

Menurut mantan Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Kadispenda) Sulsel ini, perlu suatu seminar untuk menggali kembali nilai-nilai kebudayaan dan filosofi masyarakat Wajo.

“Insya Allah, dalam waktu dekat ini diadakan. Sebab, kajian ini memang ini sangat urgen dan kami mengharapkan bisa juga menghadirkan budayawan,” tutur Yaksan.

Di tahun kedua pengurusannya sebagai ‘nakhoda’ Kemawa, Yaksan juga berupaya menjadikan Kemawa sebagai wadah bagi masyarakat Wajo di perantauan untuk saling bersinergi dalam berbagai aktivitas.

Saat ini, kata dia, melalui Yayasan Wajo Madani, Kemawa mengelola beberapa bidang usaha, antara lain BPR Batara Wajo yang saat telah membukukan aset 5,3 milyar, koperasi dan depot air isi ulang.

“Alhamdulillah, dari keuntungan BPR tersebut, kami sisihkan dana sebesar 10 persen untuk beasiswa bagi mahasiswa Wajo,” tandas Yaksan.

Bangun Wajo dengan 3 S

Sementara itu, Bupati Wajo H. A. Burhanuddin Unru menilai, membangun Wajo tak sekadar hanya mengandalkan semangat ‘yassiwajori’, tetapi juga dipadukan dengan semangat 3 S, yakni sipakalebbi, sipakainge dan sipakatau.

“Semangat yassiwajori dan 3 S adalah bukti kearifan lokal yang dimiliki masyarakat adat Wajo hingga saat ini. Masyarakat menghormati pemerintah, begitu pun sebaliknya pemerintah menghargai masyarakat adalah salah satu perwujudan semangat sipakalebbi di masa modern ini,” ujar Andi Bur, seraya meminta kegiatan serupa digelar di Sengkang.

Dalam hal pendidikan, menurut Andi Bur, Wajo memiliki cukup banyak tokoh panutan yang bisa menjadi teladan dalam berbagai bidang kehidupan.

“Soal kepandaian kita punya Puang ri Maggalatung, keberanian oleh La Maddukellleng, komitmen dan ketegasan oleh Arung Matowa Latenri Lait serta kepintaran yang diwarisi dari Amanagappa, salah seorang Arung Mato Wajo yang menciptakan hukum laut dan perdagangan di masa lampau,” ungkap Andi Bur. [Sapriadi Pallawalino]

2 komentar:

  1. aslm. salut buat blognya silessureng.
    sebagai seorang warga wajo perantauan saya bangga berasal dari wajo:
    1. semoga infrastruktur seperti jalan cepat diperbaiki.
    2. banyak warga wajo yang hebat dan berkiprah di berbagai bidang di luar ajo bahkan di luar sul-sel cuma sayangnya mereka hanya pulang sekali setahun, bahkan ada yang sdh tidak pernah pulang, seandainya putra2 daerah wajo yg memiliki keahlian diupayakan untuk kembali membangun daerahnya seperti halnya habibi waktu pulang dari jerman, saya yakin insya Allah wajo bisa lebih baik.

    saya bangga lahir dan hidup di tanah wajo meskipun tidak mengabdi untuk wajo

    BalasHapus
  2. terima kasih kunjungannya silessureng.

    BalasHapus