Puak Poi dan Jiam Si, Sarana Meminta Petunjuk dari Sang Dewa

Tahun ini, pengurus Vihara Ma Co (Ibu Agung Bahari), memutuskan tidak mengikuti arak-arakan Cap Go Meh sebagai rangkaian perayaan Imlek, setelah sebelumnya mendapat petunjuk dari Dewi Ma Co melalui serangkaian ritual Puak Poi.

Ketua Vihara Ibu Agung Bahari, Soedirjo Aliman (Jen Tan), mengatakan, bahwa berdasarkan ritual yang dilakukan pengurus kepada patung Dewi Ma Co, diputuskan untuk tidak mengikuti arak-arakan Cap Go Meh.

“Setelah melakukan ritual Puak Poi bersama dua pengurus lainnya, kami memutuskan tidak mengikuti arak-arakan dewa-dewi Cap Go Meh pada perayaan Imlek kali ini,” tutur Jen Tan, didampingi Sekretaris Vihara Ibu Agung Bahari, Frans Heming, beberapa waktu lalu.

Puak Poi, merupakan rangkaian ritual umat Tri Dharma (Buddha, Konghucu, dan Tao) untuk meminta persetujuan dari sang Dewa. Pelaksanaan ritual puak poi umumnya dilakukan oleh tokoh yang dituakan, seperti pengurus masing-masing vihara dan klenteng. Sebelum pelaksanaan ritual puak poi, terlebih dulu dilakukan sembahyang penghormatan kepada sang Dewa.

Usai memohon izin kepada Dewa, maka ritual Puak Poi kemudian dilakukan dengan melemparkan ke atas dua buah poi sebanyak tiga kali. Poi merupakan sebuah benda yang terbuat dari kayu, bentuknya menyerupai kerang, dengan salah satu sisi datar dan sisi lainnya cembung.

“Apabila dua poi yang dilemparkan masing-masing sama-sama bagian permukaan datar atau bagian cembungnya menghadap ke atas pada lantai, maka itu berarti ditolak. Namun kalau berlawanan, misalnya ada yang bagian cembungnya di atas, sementara poi lainnya permukaan datar yang menghadap ke atas, maupun sebaliknya, maka itu disetujui oleh Dewa,” jelas Jen Tan.

Untuk meyakinkan penulis, Jen Tan kemudian melakukan ritual puak poi. Ia melemparkan poi ke atas sebanyak tiga kali. Lemparan pertama poi pada posisi berlawanan, lemparan kedua poi masing-masing bidang datar menghadap ke atas, dan lemparan ketiga poi kembali pada posisi berlawanan.

“Itu berarti, Dewi Ma Co menolak untuk mengikuti arak-arakan Cap Go Meh,” ujar Jen Tan.

Sementara itu, Sekretaris Vihara Ibu Agung Bahari, Frans Heming menambahkan, penolakan Dewi Ma Co biasanya diikuti oleh bencana alam besar yang terjadi di belahan dunia.

“Tahun ini Dewi Ma Co menolak ikut arak-arakan Cap Go Meh, terjadi gempa bumi di Haiti yang menelan ribuan korban jiwa. Pada tahun 2004 lalu, Dewi Ma Co juga menolak ikut arak-arakan, terjadi tsunami di Aceh,” ujar Frans.

Menurut Frans yang juga menjabat Ketua PSMTI Sulsel, umat Tridharma meyakini Dewi Ma Co sebagai dewi pelindung laut dan selalu membantu orang-orang yang mendapatkan musibah di laut. Beberapa negara seperti Tiongkok, Hongkong, Macau dan sebagainya membuat patung Dewi Ma Co di sekitar pesisir pantai.

“Bahkan perahu-perahu dan kapal-kapal asal Tiongkok, Hongkong, dan Macau memiliki patung Dewi Ma Co untuk melindungi pelayaran mereka,” ungkap Frans.

Jiam Si

Salah satu ritual umat Tridharma lainnya untuk meminta petunjuk sang Dewa adalah Jiam Si. Pada ritual ini, umat Tridharma menggoyang-goyang kaleng yang berisi beberapa batang hio yang sudah ditandai dengan angka-angka tertentu, sambil menghadap ke patung Dewa hingga keluar satu batang hio. Selanjutnya, melempar poi sebanyak satu kali untuk meminta persetujuan sang Dewa.

Apabila ada persetujuan sang Dewa, maka angka yang tertera pada batang hio dicocokkan dengan angka pada kertas-kertas yang berisi gambaran petunjuk dari Dewa. Kertas yang berisi petunjuk itu kemudian diambil oleh umat untuk disimpan sebagai pedoman.

“Ritual ini bisa dilakukan kapan saja, baik untuk meminta petunjuk mengenai kehidupan rumah tangga dan perkembangan usaha, menentukan hari baik untuk memulai usaha, mendirikan bangunan, atau hari pernikahan, serta meminta petunjuk berupa kecocokan jodoh. Bahkan, pernah juga ada warga non-Tridharma yang meminta petunjuk untuk menentukan jodohnya dan hari pernikahannya,” ungkap Frans. [Sapriadi Pallawalino]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar