Sui Mo Zhu Fu, Syukuran Akhir Tahun untuk Kemanusiaan

-->
Membantu sesama, tak harus mengeluarkan dana berlimpah sekaligus. Sekumpulan uang receh pun, bisa menjadi cukup berarti bagi masyarakat yang membutuhkan.
----------------------------------------
Menjelang Tahun Baru Imlek 2561 lalu, sekitar 200-an anggota Yayasan Buddha Tzu Chi Makassar menggelar prosesi Sui Mo Zhu Fu, yakni syukuran akhir tahun. Prosesi ini merupakan wujud syukur atas keberhasilan melalui satu tahun tanpa ada hambatan serta menjadi titik awal memperbarui diri untuk mengarungi satu tahun ke depan dengan kehidupan yang lebih baik.
Berbeda dengan perayaan Imlek yang dilaksanakan mulai tanggal 1 bulan 1 hingga tanggal 15 bulan 1 penanggalan Imlek, prosesi Sui Mo Zhu Fu dilakukan mulai tanggal 15 – 30 bulan 12 penanggalan Imlek. “Sui Mo Zhu Fu merupakan tradisi syukuran akhir tahun di kalangan Yayasan Buddha Tzu Chi. Selain sebagai ungkapan rasa syukur, Sui Mo Zhu Fu juga memberi kesempatan bagi anggota Yayasan Buddha Tzu Chi untuk menyumbangkan dananya bagi kegiatan-kegiatan kemanusiaan,” jelas Arifin Tezen, salah seorang anggota Yayasan Buddha Tzu Chi, Selasa 22 Februari lalu.
Pengumpulan dana tersebut, lanjut Arifin, dilakukan dengan cara menuangkan uang receh dari celengan bambu berdiameter sekitar 7 cm dengan tinggi sekitar 40 cm ke dalam sebuah wadah yang juga terbuat dari bilah bambu panjang. “Uang dari celengan bambu itu merupakan tabungan dari anggota Yayasan Buddha Tzu Chi yang memang diperuntukkan untuk bantuan kemanusiaan. Meskipun jumlah tiap celengan terbilang tidak banyak, tetapi jika dikumpulkan dengan dana lain dari celengan anggota lain, maka bisa mendanai beberapa kegiatan kemanusiaan yang dilakukan Yayasan Buddha Tzu Chi,” ujar Arifin.
Pengumpulan dana dari celengan tidak mesti dilakukan pada akhir tahun, namun kapan saja dana yang terkumpul bisa disetor di kantor Yayasan Buddha Tzu Chi. “Kalau celengan sudah penuh, maka dana yang terkumpul bisa disetor langsung di kantor. Namun jelang tutup tahun, sudah menjadi tradisi untuk melakukan pengumpulan dana secara bersama-sama anggota Yayasan Buddha Tzu Chi,” imbuhnya.
Menurut Arifin, tradisi Sui Mo Zhu Fu ini berawal sekitar 40 tahun yang lalu di Taiwan. Suatu hari, seorang bikkhuni bersama beberapa pengikutnya datang ke suatu balai pengobatan di Fenglin untuk mengunjungi salah seorang umat yang menjalani operasi akibat pendarahan lambung. Ketika keluar dari kamar pasien, dia melihat bercak darah di atas lantai tetapi tidak tampak adanya pasien. Dari informasi yang didapat diketahui bahwa darah tersebut milik seorang wanita penduduk asli asal Gunung Fengbin yang mengalami keguguran. Karena tidak mampu membayar NT$ 8.000 (sekitar Rp 2,4 juta), wanita tersebut tidak bisa berobat dan terpaksa harus dibawa pulang.
Kondisi miris itu menyentuh hati sang bikkhuni yang kemudian mengajak ibu-ibu rumah tangga untuk menyisihkan sebagian dananya untuk membantu kegiatan-kegiatan kemanusiaan. Tradisi itu kemudian menyebar ke berbagai penjuru dunia melalui Yayasan Buddha Tzu Chi.
“Dana yang terkumpul dari celengan bambu tersebut, selanjutnya digunakan untuk mendanai kegiatan-kegiatan kemanusiaan, seperti sumbangan bagi korban bencana alam, korban kebakaran, serta membantu biaya pengobatan pasien yang kurang mampu,” sebut Arifin.
Bantuan kemanusiaan tersebut, juga tidak terbatas pada kalangan umat Buddha saja, tetapi bagi semua agama. “Siapa saja yang membutuhkan pertolongan, kita bantu melalui bantuan kemanusiaan Yayasan Buddha Tzu Chi, tak terkecuali pemeluk agama lain. Sebab, selain dana yang terkumpul dari celengan tersebut, kami juga memiliki beberapa donatur yang setiap saat siap membantu. Untuk di Makassar, kita bahkan telah melakukan program Bedah Rumah terhadap sekitar 100 rumah masyarakat kurang mampu tanpa memandang suku, agama dan ras,” tandas Arifin. [Sapriadi Pallawalino/Foto: istimewa]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar